Kamis, 17 Januari 2013

contoh makalah tentang kepemimpinan orang tua dan orang muda


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian
   Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang kepemimpinan dengan berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Kepemimpinan tidak hanya dilihat dari bak saja, akan tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara  berencana dan dapat melatih calon-calon pemimpin.
Sejarah timbulnya kepemimpinan, sejak nenek moyang dahulu kala, kerjasama dan saling melindungi telah muncul bersama-sama dengan peradapan manusia. Kerjasama tersebut muncul pada tata kehidupan sosial masyarakat atau kelompok-kelompok manusia dalam rangka untuk mempertahankan hidupnya menentang kebuasan binatang dan menghadapi alam sekitarnya. Berangkat dari kebutuhan bersama tersebut, terjadi kerjasama antar manusia dan mulai unsur-unsur kepemimpinan. Orang yang ditunjuk sebagai pemimpin dari kelompok tersebut ialah orang-orang yang paling kuat dan pemberani, sehingga ada aturan yang disepakati secara bersama-sama misalnya seorang pemimpin harus lahir dari keturunan bangsawan, sehat, kuat, berani, ulet, pandai, mempunyai pengaruh dan lain-lain. Hingga sampai sekarang seorang pemimpin harus memiliki syarat-syarat yang tidak ringan, karena pemimpin sebagai ujung tombak kelompok.
Kepemimpinan atau leadership merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu sosial, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia (Moejiono, 2002). Ada banyak definisi kepemimpinan yang dikemukakan oleh para pakar menurut sudut pandang masing-masing, definisi-definisi tersebut menunjukkan adanya beberapa kesamaan.
Definisi Kepemimpinan menurut Tead; Terry; Hoyt (dalam Kartono, 2003) adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerjasama yang didasarkan pada kemampuan orang tersebut untuk membimbing orang lain dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan kelompok. Kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 2003) lebih terarah dan terperinci dari definisi sebelumnya. Menurutnya kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya, dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Dalam teori kepribadian menurut Moejiono (2002) memandang bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah, karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (compliance induction theorist) cenderung memandang kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin (Moejiono, 2002).
            Selain itu juga dalam rangka memenuhi syarat dalam pengambilan nilai mata kuliah Manajemen, penulis ditugaskan untuk meneliti tentang efisiensi kinerja antara kepemimpinan orang tua dan orang muda dalam suatu perusahaan, yang akan menunjang nilai penulis dalam mata kuliah Manajemen.Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis mengambil judul ‘”Efisiensi dan Efektifitas Kepemimpinan Orang tua dan Orang muda dalam Suatu Organisasi atau Lembaga
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.2.1 Tujuan Penelitian
            Dalam penulisan paper ini penulis mempunyai tujuan yang hendak dicapai, yaitu sebagai berikut:
1.    Mengetahui orang tua / muda yg lebih berpotensi dalam perspektif masing-masing
2.    Tahu Kelebihan dan kendala tua dan muda dari masing-masing sudut pandang

1.3 Perumusan Masalah
            Dari alasan pemilihan judul yang dikemukakan di atas, penulis membuat permusan masalah sebagai bahan untuk memberikan batasan materi  yang akan diuraikan dalam analisa permasalahan penulisan paper ini. Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam paper iniadalah sebagai  berikut:
1.    Apa potensi yang dimiliki oleh kepemimpinan muda dan kepemimpinan tua?
2.    Kendala apa yang akan dialami dari kedua bentuk kepemimpinan diatas?

1.4 Sistematika Penulisan
            Untuk dapat memberikan gambaran serta mempermudahdalam pembahasan, maka penulis membuat sistematika penulisan dalam paper sebagai berikut:

BAB I              : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang alasan pemilihan judul, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, metodologi penelitian dan sistematika penulisan paper.
BAB II             : PERUMUSAN MASALAH
Dalam bab ini penulis menguraikan mengenai pembahasan – pembahasan yang timbul.
BAB III            : PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan secara lengkap  permasalahan – permasalah yang ada.
BAB IV           : PENUTUP







BAB II
PERUMUSAN
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan pada BAB sebelumnya, maka dapat dijabarkan sebagai berikut:
- Apa saja potensi dan kekurangan yang dimiliki oleh kepemimpinan muda dan kepemimpinan tua
Kedua jenis kepemimpinan tersebut memiiki potensi masing-masing dan keduanya juga sama-sama memiliki kekurangan. Dan penulis akan memaparkan secara garis besar tentang potensi dan kekurangan apa saja yang dimiliki oleh kedua kepemimpinan tersebut.
Banyak yang tidak menyadari bahwa seorang pemimpin muda tidak dapat memimpin bawahannya dengan baik, karena banyak orang yang mengasumsikan bahwa pemimpin muda masih  memiliki jiwa arogan yang sangat tinggi, egois, dan pengalaman yang minim, namun sebenarnya hal itu tidak dapat dijadikan indikator bahwa seorang pemimpin muda tidak punya potensi untuk memimpin dengan baik. Namun pada kenyataannya tidak semua pemimpin muda seperti itu.
Dikotomi kepemimpinan tua dan muda kembali menyeruak. Tidak hanya di ranah politik, tapi kali ini dalam manajemen perusahaan. Seorang pemimpin yang masih muda biasanya akan menemui banyak kendala karena kurang memiliki kematangan dan pengalaman sebagai pemimpin. Mereka juga dianggap belum layak dijadikan model teladan.
kita tidak terkejut mendengar pendapat ini. Pendapat seperti ini tumbuh subur di masyarakat, bahkan dalam perusahan.  Namun demikian bukan berarti kami  setuju dengan pendapat ini. Tua dan muda, masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Usia tua sering diasosiasikan dengan kematangan, kebijaksanaan dalam berpikir dan memutuskan. Hal yang dirasa perlu dilatih pada mereka yang lebih muda. Sementara itu, usia muda identik dengan semangat yang tinggi, cakrawala berpikir yang lebih terbuka, dan mobilitas yang tinggi.
Kita harus yakin banyak kaum muda yang dapat menjadi contoh, teladan yang baik. Sebaliknya tidak selamanya mereka yang lebih tua dapat dijadikan contoh. Usia muda identik dengan semangat, keluasan cakrawala, dan mobilitas yang tinggi. Namun usia muda memerlukan pengasahan untuk lebih bijaksana dan sabar. Berpijak dari pemikiran seperti itu, tidaklah perlu adanya dikotomi antara kepemimpinan tua dan muda. Mari kita lihat spiritnya. Jika yang muda tidak diberi kesempatan untuk berlatih memimpin, tentulah sulit bagi mereka untuk dapat memimpin. Sebaliknya, mari kita belajar kepada pemimpin yang lebih tua untuk lebih bijaksana. Lebih dari itu, lebih baik belajar mengawali dengan menjadi pemimpin untuk diri sendiri tanpa mempersoalkan tua ataupun muda. Saya percaya bahwa seorang pemimpin ada karena dibentuk dan menjadi tua itu suatu hal yang pasti, namun menjadi dewasa adalah suatu pilihan.
PEMIMPIN MUDA
Ambisi atau kapabilitas?
Pemimpin muda. Kata yang terdengar sangat hebat dan berpengaruh. Menjadi pemimpin di usia muda adalah sesuatu yang pastinya membanggakan. Ditangannya lah nasib apa yang dipimpinnya, tanggungjawabnya begitu besar disaat usianya masih tergolong sebagai pemuda. Masa muda yang di cap sebagai masa untuk bersenang-senang kini tak bisa dibuktikan. Sebenarnya, jika konteksnya adalah menjadi seorang pemimpin. Muda dan tua sama saja. Sama-sama memiliki kelebihan dan kekurangan tersendiri. Posisi pemimpin itu tetap banyak yang memperebutkannya. Padahal pada kenyataannya pahitnya lebih banyak dibandingkan rasa manis yang dirasakan.
                  Setiap pemimpin memang mempunyai kekuasaan, tapi bukan untuk men
jadi penguasa. Pemimpin adalah pemegang tanggung jawab untuk membawa orang-orang yang dipimpinnya mencapai tujuan bersama, bukan sibuk mewujudkan keinginan sendiri bersama-sama. Pemimpin adalah pelayan, bukan yang dilayani. Tapi, ketika semua keadaan berbalik, siapa yang disalahkan? Sepertinya banyak kesalahpahaman yang terjadi. Ketika posisi seorang pemimpin diibaratkan sebagai subjek tunggal yang memiliki kekuasaan penuh, yang akan diperlakukan secara ekslusif bila dibandingkan orang lain. Banyak tawaran menggiurkan ketika mendudukinya, namun saya lebih senang menyebutnya sebagai episode akhir dari sebuah kepemimpinan jika ia terlena karenanya.

               Salah jika pemimpin tidak merasakan kesengsaraan orang-orang yang ia bawahi. Salah jika kini posisi pemimpin disamakan dengan penguasa. Ketika dalam hati ini timbul keinginan untuk memimpin, sudah siapkah kita menanggung resikonya? Karena pada saatnya memimpin nanti, seorang pemimpin akan mengerjakan pekerjaan tersulit yang tidak bisa diselesaikan oleh bawahannya. Yang menanggung ba
nyak cercaan dan keluhan ketika kinerjanya dipertanyakan. Yang tak bisa berbuat semaunya karena dirinya adalah teladan yang semua tindak-tanduknya diperhatikan.
Pemimpin harus melepaskan jaket keegoannya sebagai seorang individu karena permasahan bersama yang jadi prioritas. Yang tidur malamnya sedikit seiring banyaknya amanah yang ia emban. Bahkan bisa jadi tidak bisa tidur karena ia sangat terpikirkan oleh masalah atau musuh yang tengah dihadapi. Yang seharusnya paling semangat dan enerjik dikala orang lain sedang santai dan bermalas-malasan. Yang tak pernah lelah untuk belajar dan menerima kebenaran dari siapapun sekalipun dari anak kecil. Yang gelisah karena ketakutannya kalau-kalau ia menzhalimi ‘rakyat  yang dipimpinnya tanpa sadar. Mana bisa hidup tenang sebagai pemimpin jika ia tidak tau hakikat kepemimpinan itu sendiri, awam mengenai substansi kepemimpinan yang pada prakteknya butuh banyak pengorbanan. Terlebih jika tidak tau bagaimana memimpin sesuatu dengan cara yang benar. Adakah kita lihat sifat-sifat tersebut di wajah-wajah pemimpin saat ini?

          Karena pemimpin akan dimintai pertagungjawabannya akan apa yag ia pimpin, hisab manusia mungkin hanya cercaan dan kritik pedas. Namun bagaimana hisab di hadapan tuhan nantinya? Mungkin sudah banyak yang lupa. Itulah sedikit paparan yang bisa saya berikan mengenai amanah dari sebuah kepemimpinan. Pun sudah selayaknya menjadi pertimbangan untuk maju sebagai seorang pemimpin. Bukan menyurutkan rasa kepercayaan diri setiap calon pemimpin. Termasuk diri saya sendiri. Namun, hendaknya kita dapat mendeteksi sedini mungkin apabila tindakan kita didasari oleh niat yang salah. Ambisi melahirkan penguasa, sedangkan kapabilitas melahirkan pemimpin yang tangguh. Pemimpin yang hebat ialah orang yang bukan berkata “Biarkan saya yang memimpin”. Melainkan orang yang diharap-harapkan kepemimpinannya oleh orang lain karena kecakapannya dan karena tingkah lakunya sehingga ia yang dianggap paling layak. Walaupun dia sebetulnya enggan karena tau resikonya. Namun amanah tak dapat ditolak. Pemimpin muda, yang mempunyai ketulusan dalam niat dan ahlak yang baik pastinya akan membawa perubahan besar tanpa menunggu waktu lama. Pemimpin muda, terutama yang memiliki rasa nasionalisme berlebih, layaknya asset, untaian mutiara berharga bagi peradaban bangsa
Jika memang setiap orang memiliki peluang yang sama, maka bagaimana peluang kaum muda dapat memunculkan keunggulan dan meraih kemenangan? jawabannya ada di nilai kepribadian, pemikiran dan kontestasi yang kompetitif. Keseluruhan konteks ini bermuara kepada:
Pertama, kebersihan niat dan komitmen untuk menjaga amanah kepemimpinan dengan memandang jabatan Presiden ataupun dirtektur perusahaan bukanlah sosok yang dilayani tetapi melayani bawahannya. Dan ini tidak mudah mengingat godaan kekuasaan terkadang jauh lebih kuat dan tak mengenal lelah.
Kedua, intimasi dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Hal ini mengacu kepada frekuensi dan intensitas kedekatan dengan bawahan yang tak jarang pula menjadi tolak ukur bagi kekuatan modal sosial. Menciptakan kedekatan ini jelas membutuhkan proses. Dan pastinya juga tak hanya berusaha intensif di waktu menjelang pemilihan, tetapi dilakukan secara kontinyu. Jika pada waktunya kedekatan dan intimasi ini berlangsung, maka ini sudah menjadi sebuah keunggulan yang dapat dijadikan sebagai modal sosial untuk turut berkontestasi.
Ketiga, keunggulan strategi yang mengarah kepada infiltrasi konsepsi, visi dan misi serta nilai kebutuhan masyarakat. Yang perlu diingat adalah bagaimana strategi yang diciptakan dan dijalankan haruslah menjawab masalah yang dihadapi masyarakat, dan tidak terjebak dalam problematika politik “murahan” seperti money politik.
Keempat, ketercukupan modal finansial yang tidak berpotensi sebagai alat untuk membeli suara, tetapi untuk menjalankan mesin politik yang dibentuk. Dikatakan “cukup” ini memang terdengar sumir, namun konteksnya adalah politik tetap membutuhkan modal finansial dan modal ini dipandang sebagai alat beroperasi bukan alat kontraprestasi. Artinya, modal finansial bukanlah instrumen utama tetapi harus dipandang sebagai instrumen pendukung. Sebab, jika dipandang sebagai instrumen utama, maka finansial ini pula yang akan menjadi motivasi utama ketika sudah memperoleh kemenangan.
Kelima, nilai jual yang memadai dimana nilai ini bukan bersandar pada politik transaksional (berupa barang dan uang), tetapi bersandar pada bangunan pemikiran dan kepribadian diri yang kemudian memunculkan harapan baru bagi masyarakat. Penekanan pentingnya adalah bagaimana kaum muda ini bisa menginterpretasikan kebutuhan masyarakat, harapan masyarakat, dan masalah yang dihadapi masyarakat ke dalam pengejawantahan dirinya sebagai seseorang yang diyakini mampu menjadi solusi atas semua itu.
Nah, sudah saatnya kaum muda bicara dan berkompetisi untuk melakukan perubahan Indonesia yang lebih baik, dinamis dan progresif. Tinggal kita, masyarakat, yang menentukan sikap, siapakah yang pantas?

pedapat-pendapat para tokoh tentang pemimpin mudaTRIBUNNEWSBATAM.COM, TANJUNGPINANG-Ketua Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) Kepri dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdurrahman Ersi mengaku sangat mendukung kalau ada kaum muda yang mencalon diri sebagai pemimpin. Dukungan tersebut didasarkan pada beberapa keunggulan yang justru melekat dalam diri kaum muda itu sendiri.

"Pemimpin muda itu umumnya mempunyai basis intelektual yang cukup, minimal dia menyelesaikan studi S1. Dia juga memiliki konsistensi ideologi yang kuat, secara khusus berkaitan dengan kekuatan iman," kata Abdurrahman dalam dialog kebangsaan  bersama 300 tokoh nasional dan daerah dengan tema Kepemimpinan Muda Menjawab Tantangan Pembangunan Nasional dan Daerah, yang digelar oleh DPD PKS di hotel Comfort Tanjungpinang, Minggu (22/1) lalu.
Selain kedua keunggulan tersebut, pemimpin muda juga memiliki hidup yang progresif dan juga visi atau cara pandang yang jauh. Keunggulan-keunggulan tersebut, jelas Abdurrahman yang saat itu menjadi seorang pembicara, menyata dalam kemampuannya untuk melakukan lompatan-lompatan dalam pembangunan. 
Keunggulan-keunggulan yang disebutkan Abdurrahman dikukuhkan juga oleh dr Maya Suryanti, calon walikota Tanjungpinang 2013 - 2018, usungan PKS. Dalam dialog tersebut, Maya yang juga berperan sebagai pembicara coba menyentil karakteristik ideal seorang pemimpin. "Karakteristik seorang pemimpin antara lain melayani bukan dilayani, bisa memberikan energi kepada orang lain, mampu bekerja sama dengan orang lain, memiliki visi dan misi yang jelas serta ada kesejalan antara ucapan dan perbuatan," ungkap Maya sebagai seorang calon pemimpin muda saat membawakan makalahnya.

                 Kendatipun demikian, seorang pemimpin muda perlu mewaspadai beberapa hal. Menurut Afrizal, direktur kajian ketahanan nasional dan wilayah perbatasan program studi ilmu pemerintahan fakultas ilmu sosial dan ilmu politik pada Umrah, ada 2 M yang juga mempengaruhi pemimpin muda yakni Modal dan Model.

"Seorang pemimpin harus memiliki modal secara finansial atau pematangan ekonominya harus jelas sehingga ketika jadi pemimpin dia tidak terfokus pada usaha pemulihan utang-utang. Sementara dari segi model, seorang pemimpin dipengaruhi juga oleh perilaku pemimpin lain. Saya sempat bertanya kepada mahasiswa tentang kehidupan para pemimpin kita saat ini. Dan banyak dari mereka menilai perilaku pemimpin kita saat ini kacau balau," kata Afrizal mengkritisi fenomena yang tengah terjadi pada para pemimpin.
-       Kendala apa yang akan dialami dari kedua bentuk kepemimpinan diatas?
Dalam sebuah kompetisi ,wajar jika masing-masing saling menunjukkan kehebatan, dengan maksud menjatuhkan mental lawan. Tapi hasil akan dibuktikan bila pertandingan telah usai. Dalam hal pemilihan pemimpin ,tidak bisa di samakan dengan sebuah pertandingan karena resiko sangat mahal dan waktu sangat panjang.
 Kita belum punya sistem pemilihan pemimpin yang baku. Yang bisa diterima oleh seluruh rakyat. Dalam kebingungan memilih kreteria pemimpin , antara tua dan muda, semua ini adalah berawal dari ketidak percayaan terhadap pemimpin tua yang mewarisi nilai-nilai feodal, korupsi dan tidak punya program jelas terhadap kehidupan rakyat. Terbukti ketika pemilu tiba, semua calon pemimpin merebut hati rakyat, dengan berbagai kata-kata indah, tapi bila sudah selesai pemilu, semua lupa pada janji dan menjauh dari rakyat. Yang menyakitkan lagi pemimpin baru membuat kebijakan yang memberatkan hidup rakyat, seperti 2004 hingga saat ini hidup rasanya berat dari kebutuhan pokok, pendidikan dan kesehatan yang  sangat mahal.
Ketidak pekaan hati dan perasaan pemimpin Tua dengan segala sepak terjangnya, maka generasi muda melihat hal ini menjadi geregetan. Dengan darah muda bergejolak ,sehingga tidak sabar menunggu giliran. Begitu sebaliknya  pemimpin tua tidak  sadar  atas  kemauan rakyat.
Syarat utama adalah menanamkan kepercayaan terhadap rakyat dan selanjutnya mampu mengemban kepercayaan itu . apakah pemimpin Tua atau Muda karena masing-masing mempunyai keunggulan dan kelemahan. Kesadaran seorang pemimpin terhadap kepercayaan inilah yang dibutuhkan. Mungkin pemimpin Tua bisa lebih bijak , mampu mengendalikan diri dan mempunyai wawasan ,sedangkan pemimpin muda lebih punya visi-misi yang kreatif lebih energik dan bersemangat.











BAB III
PEMBAHASAN
MENJADI PEMIMPIN TAK PERLU USIA TUA
Pemimpin muda adalah pemimpin yang masih berusia dini dimana masa mudanya lebih banyak di habiskan untuk kepuasan batin, namun tidak semua pemimpin muda demikian banyak juga pemimpin-pemimpin muda yang jauh berkompeten dalam memimpin meskipun pengalaman dalam berorganisasinya masih tidak sebanding dengan pemimpin usia dewasa. Memang dulu orang-orang lebih banyak mengangkat seorang pemimpin baik itu di suatu perusahaan, instansi pemerintahan, ataupun lainnya berdasarkan senioritasnya. Hal ini dengan anggapan bahwa semakin senior seseorang maka hampir dipastikan semakin matangnya seseorang itu. Namun apakah hal itu masih berlanjut hingga kini? memang ada yang masih berlanjut, tapi banyak juga yang sudah berubah. Anak-anak muda yang umurnya 30 tahun ke bawah saat ini sudah banyak yang dipercaya untuk menghandle atau memimpin suatu perusahaan atau bahkan instansi.
Apakah bisa mereka ? Pasti bisa, karena suatu perusahaan atau instansi tentunya tidak akan segampang dan asal memilih anak-anak muda tersebut untuk menghandle bisnis unitnya. Suatu perusahaan atau instansi pasti akan melakukan fit and proper test dahulu sebelum memutuskan promosi atau pengangkatan tersebut.
Lalu bagaimana caranya untuk bisa menjadi pemimpin muda ?
Untuk menjadi pemimpin muda tidak perlu harus ahli di semua bidang / departemen, hanya ahli di beberapa bidang saja dan mengetahui flow kerja bidang-bidang yang lain saja sudah cukup. Misalnya di suatu bisnis unit ada bagian sales, operation, dokumen, keuangan, IT, Quality, maka tidak perlu menguasai semuanya. Cukup ahli di sales dan operation saja atau lainnya, sedangkan untuk bagian yang lain yang kurang ahli maka harus kita ketahui prosedurnya dan realisasi kerjanya di lapangan. Cukup itu saja ? Belum cukup itu saja, yang pasti sebagai calon pemimpin muda harus mempunyai jiwa leadership yang cukup bagus, bisa bekerja secara teamwork, mau berusaha keras, bisa menganalisa data dan membuat keputusan. Nah membuat keputusan inilah yang sedikit sulit karena berdampak kepada tanggung jawab. Jadi sebelum mengambil keputusan perlu mempertimbangkan efek positif dan negatifnya untuk semua bagian dan bisnis unit serta pastinya tidak melenceng jauh dari prosedur. Kalau menurut kita lebih banyak pada efek positifnya maka kita langsung saja ambil keputusan. Namun apabila bagaimanapun juga akan berdampak negatif (misal timbul biaya), maka ambil keputusan yang paling minim mengakibatkan efek negatifnya. Tapi jangan lupa ajak semua tim untuk berdiskusi. Lalu bagaimana caranya pemimpin muda menghadapi dan memimpin orang-orang yang lebih tua / senior ?
Memang ini  menjadi suatu konflik yang akan mucul bagi semua pemimpin muda, karena orang-orang yang lebih senior menganggap pemimpin muda tersebut masih bau bawang dan belum makan asam garam seperti yang dialami oleh sang senior. Tidak perlu makan asam dan garam kalau ada burger yang cepat saji, benar tidak ? Pemimpin muda bisa mengatasi kekurangan pengalaman itu dengan cara banyak belajar ke semua orang termasuk senior-seniornya. Jangan pernah ada anggapan di diri kita sendiri bahwa kita sebagai pimpinan pasti lebih pinter dari yang lain, karena belum tentu seperti itu. Pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang bisa memanfaatkan kepinteran orang-orang lain. Jadi sering-seringlah ajak para senior untuk berdiskusi. Apabila sang senior salah, maka jangan langsung disangkal. Kita bisa merubah cara atau pemikirannya yang salah secara perlahan-lahan dengan memberikan gambaran-gambaran yang secara tidak sadar akan mengakibatkan sang senior dengan sendirinya mengatakan kepada kita bahwa “Ya, Kamu benar”.
jadi, apakah masih harus menunggu menjadi tua untuk menjadi pemimpin ?
Siapa yang muda, siapa yang tua. Ada yang mengganggap dirinya masih muda, tetapi ada juga yang mengakui dirinya memang sudah tua.
Muda dan tua sepintas hanya persoalan siap yang duluanhidup. Tetapi terkait dengan kepemimpinan, kita bisa melihat perbedaan signifikan antara kepemimpinan anak muda dengan kepemimpinan orang tua. Orang tua jelas lebih berpengalaman, lebih bijaksana. Tetapi seiring dengan perkembangan kejiwaanya, orang tua tertentu relatif lebih membutuhkan pengakuan dan penghormatan, lebih ingin didengar. Dalam hal tempokerja, tentunya orang tua lebih lambat dalam menyelesaikan sesuatu.

Anak muda secara usia masih "kurang banyak makan garam" dan perlu "petuah" orang tua. tetapi dari segi gagasan, pada umumnya anak muda berfikir lebih segar dan berani mengambil resiko. Lebih bisa menerima kritik dan gagasan-gagasan pembaruan. Tempo kerja lebih cepat dan tentunya stamina fisik lebih fit.

Anak muda ketika harus bekerjasama dengan orang tua biasanya mengalami hambatan tempo kerja, "nuansa ketimuran yang tinggi" dan perlu kemampuan adaptasi psikologis yang kadang menghambat kecepatan kerja. Orang tua bagi anak muda dianggap sebagai penghambat, karena terlalu banyak pertimbangan, terlalu ingin dihormati dan didengar. Wajar jika pasca pemilihan gubernur jabar ada tulisan besar di seuatu surat kabar "Saatnya kamu muda memimpin".

Sebaliknya, menurut orang tua, anak-anak mud akadang-kadang gegabah, terlalu berani dan perlu diragukan kemampuanya. Sehingga orang tua masih perlu banyak mengarahkan mereka. Bagi orang tua tertentu, ketika melihat anak-anak muda tampil berkreasi, maka anak muda ini dianggap "nyelonong" dan arogan, melawan dan tidak menghormati orang tua.

Anak muda versus orang tua memang seringkali jadi persoalan. Tetapi tidak selamanya. Jika disinergikan, orang tua punya pengalaman dan kebijaksanaan. Anak muda punya gagasan dan energi.

Sifat-sifat yang mendasari kepemimpinan adalah kecakapan memimpin. Paling tidak, dapat dikatakan bahwa kecakapan memimpin mencakup tiga unsur kecakapan pokok, yaitu:
1) Kecakapan memahami individual, artinya mengetahui bahwa setiap manusia mempunyai daya motivasi yang berbeda pada berbagai saat dan keadaan yang berlainan.
2)  Kemampuan untuk menggugah semangat dan memberi inspirasi.
3)  Kemampuan untuk melakukan tindakan dalam suatu cara yang dapat mengembangkan suasana (iklim) yang mampu memenuhi dan sekaligus menimbulkan dan mengendalikan motivasi-motivasi (Tatang M. Amirin, 1983:15).  Pendapat lain, menyatakan bahwa kecakapan memimpin mencakup tiga unsur pokok yang mendasarinya, yaitu : [1] Seseorang pemimpin harus memiliki kemampuan persepsi sosial [sosial perception]. [2]  Kemampuan berpikir abstrak [abilitiy in abstrakct thinking]. [3]  Memiliki kestabilan emosi [emosional stability].




















BAB IV
PENUTUP
1.1      Kesimpulan
       Berdasarkan uraian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, penulis menarik kesumpulan sebagai berikut :

1.2      Saran
       Dalam kesempatan ini penulis mencoba memberikan saran-saran yang dapat bermanfaat  untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangna dari masing-masing kepemimpinan

1 komentar:

  1. Tulisan ini bagi saya sangat bermanfaat tatkala hampir diambang pintu akan berlangsung penjaringan pemimpin dalam ajang pilkada serentak 2018.

    BalasHapus